Aliran-aliran Kalam dalam Islam

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Tauhid
Dosen Pengampu: DR. Hasyim Muhammad, M.Ag
Asisten Dosen  : Bapak Rusmadi









Disusun Oleh:

M. Saiful Amri                    133611050
Nur Aini Fitriyah                133611052
Setya Suryaningsih             133611057
M. Wildan Fahruddin        133611070
Febri Susilowati                   133611077                             


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

MAKALAH
 NASIONALISME INDONESIA 

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Ali Imron, M.Ag.



Disusun Oleh:
1.      Imam Nur Huda                      (1336110)
2.      Widi Astutik                           (133611042)
3.      Dewi Khariroh                        (133611043)
4.      Setya Suryaningsih                 (133611057)
5.      Zakiyyatul Miskiyyah             (133611075)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.        PENDAHULUAN
Abad XX adalah abad nasionalisme, artinya sejak awal sampai dengan penutupan abad ini timbul kesadaran berbangsa. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah bahwa ternyata kesadaran bangsa Indonesia sudah mengawali abad ini dan bahkan kesadaran ini masih diikuti oleh bangsa-bangsa Semenanjung Balkan yang menginginkan terciptanya nasion sendiri yang merdeka. Yang terakhir ini ternyata baru berlangsung menjelang penutupan abad XX. Jelas kiranya bahwa keinginan bersama untuk membebaskan diri dari dominasi etnik lain terjadi secara universal.
Nasionalisme Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan nasionalisme mana pun di penjuru dunia ini. Nasionalisme Indonesia murni nerupakan bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Sudah selayaknya kalau dominasi sosio-politik kolonialisme Belanda itu membangkitkan perlawanan melalui organisasi yang diatur secara modern. Memang organisasi modern itu sebenarnya adalah dampak modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial sendiri. Kebangkitan nasional adalah dampak yang tidak disadari oleh pemerintah, seperti munculnya banyak organisasi yang di dalam makalah ini kita akan membahas hal tersebut.
II.      RUMUSAN MASALAH
A.           Apa Pengertian Nasionalisme?
B.            Bagaimana Karakteristik Nasionalisme?
C.            Apa Makna Nasionalisme?
D.           Apa aja Jenis-Jenis Nasionalisme?
E.            Bagaimana Sejarah Nasionalisme Sebelum Kemerdekaan?
F.             Bagaimana Sejarah Nasionalisme Sesudah Kemerdekaan?
G.           Bagaimana Perkembangan Nasionalisme di Indonesia?
III.   PEMBAHASAN
  1. Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah sebuah paham yang direalisasikan dalam sebuah negara yang mendambakan kepentingan bersama, yaitu kepentingan bangsa (nation), walaupun mereka terdiri dari masyarakat yang majemuk. Bangsa mempunyai pengertian totalitas yang tidak membedakan suku, ras, golongan, dan agama. Diantara mereka tercipta hubungan sosial yang harmonis dan sepadan atas dasar kekeluargaan. Kepentingan semua kelompok diinstutionalisasikan dalam berbagai organisasi sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan. Upaya penggalangan kebersamaan ini sering kali bertujuan menghapus superioritas kolonial terhadap suatu bangsa yang telah menimbulkan berbagai penderitaan selama kurun waktu yang cukup lama. Ada juga yang mengatakan bahwa nasionalisme adalah pemikiran untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan Negara dengan menghargai dan menjiwai baik itu budaya, adat istiadat maupun sejarah dan perjuangan bangsa Indonesia yang telah merdeka ini.
Dalam konteks ini, kata kunci dalam nasionalisme adalah supreme loyality terhadap kelompok bangsa. Kesetiaan ini muncul karena adanya kesadaran akan identitas kolektif yang berbeda dengan yang lain. Pada kebanyakan kasus, hal itu terjadi karena kesamaan keturunan, bahasa atau kebudayaan. Akan tetapi , ini semua bukanlah unsur yang subtansial serba yang paling penting dalam nasionalisme adalah adanya “kemauan untuk bersatu”. Oleh karena itu, “bangsa” merupakan konsep yang selalu berubah, tidak statis, dan juga tidak given, sejalan dengan dinamika kekuatan-kekuatan yang melahirkannya. Nasionalisme tidak selamanya tumbuh dalam masyarakat multi ras, bahasa, budaya, dan bahkan multi agama. Amerika dan Singapura misalnya, adalah bangsa yang multi ras; Switzerland adalah bangsa dengan multi bahasa; dan Indonesia, yang sangat fenomenal, adalah bangsa yang yang merupakan integrasi dari berbagai suku yang mempunyai aneka bahasa, budaya, dan juga agama. [1]
Dalam nasionalisme juga muncul paham nasionalisme kebangsaan, yaitu:
a.                     Paham Nasionalisme Kebangsaan
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari  tumbuhnya kesadaran untuk menentukann nasib sendiri di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia seperti Indonesia. Lahirnya semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan perebutan kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentu nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah kemudian lahir konsep-konsep turunannya seperti bangsa (nation), negara (state),dan gabungan keduanya yang menjadi konsep negara-bangsa (nation-state) sebagai komponen-komponen yang membentuk identitas nasional atau kebangsaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa paham nasionalisme kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan di mana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa.
b.        Paham Nasionalisme Kebangsaan sebagai Paham yang Mengantarkan pada Konsep Identitas Nasional
Larry Diamond dan Marc F. Plattner mengatakan bahwa para penganut nasionalisme dunia ketiga yang secara khas menggunakan retorika antikoloialisme dan antiimperalisme. Para pengikut nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation). Dengan demikian bangsa atau nation merupakan suatu wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa dan budaya. Unsur persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas populasi, geografis, dan pemerintahan yang permanen yang disebut negara atau state.
Nation-state atau negara-bangsa merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik (political building) seperti ketentuan-ketentuan perbatasan territorial, pemerintahan yang sah, pengakuan luar negeri,dan sebagainya. Munculnya paham nasionalisme atau kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik dekade pertama abad ke-20. Pada waktu itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Paham nasionalisme Indonesia yang disampaikan oleh Soekarno yang disuarakan adalah bukan nasionalisme yang berwatak sempit, tiruan dari Barat, atau berwatak chauvinism tetapi bersifat toleran, bercorak ketimuran, dan tidak agresif sebagaimana nasionalisme yang dikembangkan di Eropa.[2]
  1. Karakteristik Nasionalisme
Karakteristik Nasionalisme yang melambangkan kekuatan suatu negara dan aspirasi yang berkelanjutan, kemakmuran, pemeliharaan rasa hormat dan penghargaan untuk hukum. Nasionalisme tidak berdasarkan pada beberapa bentuk atau komposisi pada pemerintahan tetapi seluruh badan negara, hal ini lebih ditekankan pada berbagai cerita oleh rakyat atau hal yang lazim, kebudayaan atau lokasi geografi tetapi rakyat berkumpul bersama dibawah suatu gelar rakyat dengan konstitusi yang sama. Karakteristik nasionalisme diantaranya:
1.      Membanggakan pribadi bangsa dan sejarah kepahlawanan pada suatu Negara.
2.      Pembelaan dari kaum patriot dalam melawan pihak asing.
3.      Kebangkitan pada tradisi masa lalu sebagai bagian mengagungkan tradisi lama karena nasionalisme memiliki hubungan kepercayaan dengan kebiasaan kuno. Seperti nasionalisme orang mesir bahwa kaum patriot harus memiliki pengetahuan tentang kebudayaan mesir yang tua dan hebat untuk menjaga kelangsungan dari sejarah.
4.      Suatu negara cenderung mengubah fakta sejarah untuk kemuliaan dan kehebatan negaranya.
5.      Ada spesial lambang nasionalisme yang diberikan untuk sebuah kesucian. Bendera, lambang nasionalisme dan lagu nasionalisme merupakan hal yang suci untuk semua umat manusia sebagai kewajiban untuk pengorbanan pribadi.
  1. Makna Nasionalisme
Makna Nasionalisme secara politis merupakan kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau menghilangkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Kita sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain. Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) tetapi kita harus mengembangkan sikap saling menghormati, menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Jadi Nasionalisme dapat juga diartikan:
·      Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme.
·      Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
  1. Jenis-jenis Nasionalisme
Snyder membedakan empat jenis nasionalisme, yaitu:
1.    Nasionalisme revolusioner, (terjadi di Perancis pada akhir abad ke18). Untuk negeri yang dikatakan memiliki nasionalisme revolusioner, ketika elite politik sangat berkeinginan untuk melakukan demokratisasi, tapi lembaga perwakilan yang ada jauh dari memadai untuk mengimbanginya.
2.    Nasionalisme kontrarevolusioner, (terjadi di Jerman sebelum Perang Dunia I). Negeri yang bernasionalisme kontrarevolusioner, para elite politiknya menganggap diri selalu benar dan untuk itu lewat lembaga perwakilan yang ada, mereka menyerang pihak yang mereka anggap sebagai musuh atau melawan kepentingan mereka.
3.    Nasionalisme sipil, (merujuk pada perkembangan di wilayah Britania dan Amerika hingga sekarang). Suatu negeri dikatakan memiliki nasionalisme sipil ketika ia memiliki lembaga perwakilan yang kuat, dan juga para elite politiknya memiliki kelenturan dalam berdemokrasi.
4.    Nasionalisme SARA (diterjemahkan dari kata ethnic nationalism,terjadi di Yugoslavia atau Rwanda). SARA di sini merujuk pada akronim zaman Orde Baru, yakni suku, agama, ras, dan antar golongan.
  1. Sejarah Nasionalisme Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembanganya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia ke II yaitu dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia berarti pembentukan nation Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. Timbulnya nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan disebut nasionalisme Indonesia. Tahun 1799 pemerintah hindia belanda mengeksploitasi ekonomi dan penetrasi politik sampai pada tahun 1830 dengan memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi ”sewa tanah” tetapi mengalami kegagalan. Kemudian diganti dengan sistem tanam paksa yang mengintensifkan sistem tradisisonal yang terdapat dalam ikatan feodal, ini terjadi pada pertengahan abad XIX. Kemudian pada awal abad XX menggantinya dengan “politik balas budi atau politik etis.” Dalam politik etis terdapat usaha memajukan pengajaran bagi anak-anak indonesia. Sehingga memunculkan beberapa respons yang positif dari generasi bangsa Indonesia, diantaranya:
1.         Budi Utomo.
Secara historis, semangat nasionalisme Indonesia sudah mulai terasa sejak berdirinya Boedi Oetomo yang merupakan keprihatinan dr. Wahiddn sudiro husodo yang dikembangkan oleh Sutomo mahasiswa Stovia serta rekan-rekannya untuk mendirikan Budi Utomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908, ini menampilkan fase pertama dari Nasionalisme Indonesia dan menunjuk pada etno nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas diri bangsa Indonesia.
2.         Sarekat Islam
Sarekat islam adalah organisasi yang bertujuan menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang islam jawa yang diikat dengan agama yang pengaruhnya jauh lebih besar dari pada Boedi Oetomo, namun berkembang menjadi gerakan nasionalisme. Didirikan pada tahun 1912 oleh H. Samanhudi. Dalam waktu kurang dari satu tahun SI menjadi organisasi raksasa yang mengakibatkan pemerintah Hindia Belanda menjadi resah akan keberadaannya.
Sarekat Islam mengalami percepatan kemajuan yang merata hampir di seluruh Indonesia. Akan tetapi, sifat keterbukaan organisasi ini telah memicu terjadinya perpecahan di tubuh SI sehingga lahirlah “SI Putih” dan “SI Merah”. Jika “SI Putih” tetap mengutamakan ideologi islam dan Pan-Islamisme sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa maka “SI Merah” di bawah pimpinan Semaun, Darso, dn Tan Mlaka memiliki kecenderungan yang berbeda.Golongan kiri dalam SI inilah yang akhirnya menjadi cikal-bakal lahirnya partai komunis Indonesia (23 Mei 1920), dalam hal yang menyangkut dasar partai, PKI berpegang teguh prinsip sosialisme, internasionalisme,dan menganggap nasionalisme. Sebagai musuh utama. Oleh karena itu, dalam konperensi SI (Maret 1921), Fahrudin-wakil ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak mungkin berhasil jika tetap bekerja sama dengan golongan komunis.
3.         Partai Nasional Indonesia (PNI)
Sejarah mencatat bahwa PKI berhasil menempatkan diri sebagai partai terbesar sehingga mendorongnya melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda pada 13 November 1926. Pemberontakan PKI ini telah meyebabkan banyak tokoh pergerakan nasional harus dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, dan Irian Jaya.
Sesudah PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah Belanda, Soekarno merasakan perlunya bangsa Indonesia memiliki partai sebagai wadah baru yang mampu menampung gerakan “nasionalisme modern” yang radikal. Pada 4 Juli 1927, lahirlah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diawali oleh berdirinya Algeemene Study Club (1925). Ideologi partai ini adalah nasionalisme radikal, sebagaimana tuisan Soekarno dalam Nasionalisme, Islamisme, dan marxisme (1926). Tulisan tersebut merupakan respons Soekarno atau tulisan H.O.S Tjokroaminoto tentang Islam dan Sosialisme. Ketiga kekutan ideologi tersebut, yakni Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme, merupakan landasan pergerakan nasional secara garis besar, dan oleh Soekarno dianggap sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia. Ketiga tersebut kemudian terkenal dengan singkatan NASAKOM.
4.         Indische Partij
IP adalah organisasi campuran yang menginginkan kerjasama orang Indo dengan orang Bumiputra. Organisasi ini didirikan oleh E.F.E Douwes Dekker alias setyabudi di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Oganisasi ini melalui kesatuan aksi dpat mengubah sistem yang berlaku dengan antitesis antara penjajah dan terjajah.
5.         Muhammadiyah
Agama Islam adalah lambang persatuan rakyat, makadari itu K.H. Ahmad Dahlan di yogajakarta pada 18 November 1912 menjadikan Muhammadiah sebagai organisasi yang bertumpu  pada cita-cita agama dengan aliran modernis islam dan memperbaiki agama bagi umat islam Indonesia. Organisasi ini melakukan perbaikan melalui 3 bidang yaitu, keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Pembaharuan pada bidang keagamaan adalah memurnika dan mengembalikan sesui pada aslinya (Al-Qur’an dan Sunnah). Pembaharuan pada bidang pendidikan mencakup perbaikan dan pembentukan muslim yang berbudi, alim, luas pengetahuan dan faham masalah ilmu dunia dan masyarakat dengan sistem pendidikan yang menggabungkan cara tradisional dan cara modern. Perbaikan pada bidang kemasyarakatan dengan mendirikan rumahsakit, poliklinik, rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga. Pada tahun 1923 berdirilah Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) yang merupakan bentuk kepedulian sosial dan tolong menolong sesama muslim.
Di samping organisasi politik terdapat pergerakan keagamaan bersifat nasionalisme seperti Muhammadiyah di Jogjakarta pada 18 November 1912 yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan tujuan memajukan pendidikan berdasarkan agama Islam dengan mendirikan sekolah-sekolah agama, masjid, langgar, dan rumah sakit. Setelah itu lahir Nahdhatul Ulama di Surabaya pada 31 Januari 1926, organisasi ini merupakan respon atas maraknya semangat nasionalisme dan respon terhadap kebijakan dan langkah SI dan Muhammadiyah yang tidak mengikutsertakan golongan tradsional dalam konggres Islam sedunia di Kairo.
6.         Kelompok Katolik lahir Indiche katholieke Partij (IKP).
Pada November 1918 yang bertujuan memajukan bangsa berdasarkan agama katolik. Pada Setember 1917 lahir Christelijke Ethische Partij (CEP) yang bertujuan menjadikan agama Kristen sebagai dasar dalam menyusun negara dan memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Pada 22 februari 1925, berdiri dari umat Nasrani Partai Katolik Djawi di Djogjakarta, partai ini terbuka untuk semua Golongan tidak dibatasi dari orang Jawa saja dengan menjadikan bahasa Melayu, sebagai bahasa resmi partai.
7.         Nahdlotul Ulama’
Berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, sebagai organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh para ulama’, pemegang teguh salah satu dari 4 madzhab, berhaluan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah, bertujuan mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam serta memperhatikan maslah sosial, ekonomi, dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada umat manusia. Pusat-pusat NU ada di Surabaya, Kediri, Bojonegoro, Bondowoso, Kudus.
8.         Perhimpunan Indonesia
Dipimpin oleh Iwa Kusuma Sumantri, J.B.Sitanala, Moh. Hatta, Sastra Mulyono, D. Mangun Kusumo, dan Majalah “Indonesia Merdeka”. PI bertujuan menyadarkan para mahasiswa agar mempunyai komitmen yang bulat tentang persatuan dan kemerdekaan indonesia sebagai Elite Intelektual dan Profesional harus bertanggung jawab untuk memimpin rakyat melawan penjajah, membuka mata rakyat belanda bahwa pemerintah kolonial sangat opresif dan meyakinkan rakyat Indonesia tentang kebenaran perjuangan kaum Nasionalis, mengembangkan Edeologi yang bebas dan kuat diluar pembatasan Islam dan komunisme. Empat pikiran pokok PI tahun 1965 yaitu: kesatuan Nasional, solidaritas, Non koperasi, dan suadaya.
9.         Kongres pemuda dan Sumpah pemuda
Para pelajar dan mahasiswa dan beberapa organisasi bergabung dalam PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) pada tahun 1926 dan melakukan kongres pemuda Perdana pada bulan mei 1926 dengan mengesampingkan perbedaan sempit berdasarkan daerah dan menciptakan kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Kongres pemuda kedua tanggal 26-28 Oktober 1928 yang dihadiri oleh sembilan organisasi pemuda beserta sejumlah tokoh politik. Diantaranya Soekarno, Sartono, dan Sumaryo. Ini merupakan puncak ideologi integrasi Nasional dan peristiwa Nasional yang belum pernah terjadi terbukti dengan pengucapan sumpah setia dengan bunyi sebagai berikut:
1.    Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
2.    Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
3.    Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa pemersatu, bahasa indonesia.
Dalam penutupan kongres di kumandangkan lagu Indonesia Raya untuk mengiringi pengibaran bendera merah putih. Tiga sumpah diatas mengandung tiga pengertian yang merupakan kesatuan yaitu pengertian wilayah, bangsa yang merupakan massa dan bahasa sebagai alat komunikasi yang homogen. Kesatuan dalam pluralisme sosial-budaya itulah yang menjadi cita-cita Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda memang tidak identik dengan nasionalisme, tetapi mengintegrasikan potensi bangsa, yang berarti pula sejalan dengan hakikat nasionalisme sebagai faktor integratif bagi berbagai potensi kultural masyarakat.
10.     Partai Indonesia
Pada tanggal 1 mei 1931 pendirian PARTINDO di bawah pimpinan Sartono adalah lanjutan PNI yang telah dibubarkan, dengan tujuan mencapai satu negara Republik Indonesia Merdeka dan kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan seluruh bangsa Indonesia. PARTINDO adalah partai politik yang menghendaki kemerdekaan Indonesia yang didasarkan atas prinsip menentukan nasib sendiri, kebangsaan, menolong diri sendiri, dan demokrasi.
11.     Organisasi pemuda dan kepanduan
Kaderisasi pemimpin yang dibutuhkan oleh negara dengan ciri Regionalisme sebagai perkumpulan kedaerahan yang terjun kelapangan sosial politik. Trikoro Darmo didirikan tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta oleh dr. R. Satiman Wiryo Sanjoyo, Kaderman, dan Sunardi serta beberapa pemuda lainnya yang mempunyai cita-cita cinta tanah air, memperluas persaudaraan dan mengembangkan kebudayaan jawa. Tapi pada tahun 1915 berubah menjadi Jong Java yang orientasinya lebih luas mencakup Jaya Raya, Milisi, dan pergerakan rakyat pada umumnya. Sedangkan pada ahir tahun 1928 Jong Java dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda dengan maksud menempuh orientasi Nasionalis yang sebenarnya.
Pada tahun 1927 di Bandung, didirikan pemuda Indonesia. Pada 9 Desember 1917 di Jakarta didirikan Jong Sumatranen Bond dengan tujuan memperkokoh ikatan sesama murid Sumatra dan mengembangkan kebudayaan Sumatra. Tahun 1918 didirikan Jong Minahasa dan Jong celebes. Keinginan bersatu dari berbagai organisasi kepanduan adalah refleksi dari keinginan untuk bersatu guna merealisasikan perasaan kebangsaan, bukan hanya dikalangan pemuda dan organisasi politik, tetapi juga tampak terang dikalangan kepanduan. [3]
Era pergerakan Nasional lahir juga organisasi kedaerahan seperti pasundan (1920), srikat Sumatra (1918), perkumpulan orang Ambon, perkumpulan orang Minahasa (Agustus 1912), perkumpulan kaum Betawi (1 Januari 1923). Dikalangan pemuda lahir organisasi para pemuda seperti: Jong Java (7 Maret 1915), Jong Sumatren bond (9 Desember 1917), Jong Mina Hasa (1918), Jong Ambon, Jong Cebelles, Jong Islamieten Bond, dan Perhimpunan Indonesia tahun 1922 di Belanda.
Jadi, masa Nasionalis Indonesia tumbuh dari perasaan senasib dan sependeritaan akibat penjajahan. Walaupun dari suku, agama, dan ras yang majemuk tetapi satu bangsa dan berusaha membebaskan diri dari penderitaan tersebut dengan cita-cita mewujudkan masa depan yang lebih baik.[4]
  1. Sejarah Nasionalisme Indonesia Sesudah Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia bentuk gerakan nasionalisme adalah dalam wujud perlawanan fisik dan upaya diplomasi bangsa Indonesia dalam upaya untuk mempertahankan kedaulatan RI.
Adapun bentuk-bentuk dari wujud nasionalisme rakyat Indonesia yaitu: Peristiwa pertempuran tanggal 10 November 1945 di Surabaya, peristiwa Bandung Lautan Api, Palagan Ambarawa, Konferensi Linggar Jati, Konferensi Renville, serta KMB. Termasuk di dalamnya upaya penanggulangan pemberontakan dari dalm negeri seperti: DI/ TII, PRRI/ Permesta, RMS baik Belanda maupun para pemberontak adalah sama-sama musuh bersama bangsa Indonesia yang harus dilawan demi menegakkan kedaulatan negera RI. Pada tahun 1963, Soekarno menentang pembentukan Negara Federasi Malaysia karena menganggap itu sebagai proyek neo-kolonialisme Inggris yang dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai.
Maka pada saat itu bangsa Indonesia di kondisikan untuk kemudian menganggap Malaysia sebagai musuh bersama bangsa Indonesia dan harus dilawan, yang kemudian melahirkan ultimatum Ganyang Malaysia. Tahun 1966, gerakan nasionalisme Indonesia dimanifestasikan dengan menciptakan musuh bersama PLI dan Orla.[5]
Dalam era Reformasi 1998 sampai sekarang, gerakan nasionalisme menampakkan wujudnya dalam wajah yang baru dan berbeda dari model nasionalisme pada masa rezim Soekarno yakni dalam bentuk perlawanan terhadap represi politik rezim yang berkuasa dan dalam perlawanan daerah terhadap pusat. Tragedi 12 Mei 1998 terjadi penembakan mahasiswa Trisakti, dan 1 Januari 2001 saat diberlakukannya OTODA merupakan momentum puncak dari gerakan nasionalisme pada masa transisi menuju demokrasi di Indonesia.
  1. Perkembangan Nasionalisme di Indonesia
Dalam sejarahnya, nasionalisme Indonesia melalui beberapa tahap perkembangan.
Tahap pertama ditandai dengan tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti dengan perlawanan terhadap penjajah, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Nasionalisme religious dan nasionalisme sekuler agaknya muncul setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan. Upaya dari kelompok islam untuk mendirikan negara yang berlandaskan islam dan kalangan nasionalisme yang ingin mempertahankan Negara sekuler berdasarkan pancasila dijadikan patokan untuk menganalisis kesadaran kebangsaan atau persaan nasionalisme bangsa.
Tahap kedua adalah bentuk nasionalisme Indonesia yang merupakan kelanjutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan kemerdekaan dengan peran pemimpin nasional yang lebih besar.
Tahap ketiga adalah nasionalisme persatuan dan kesatuan yaitu kelompok oposisi atau mereka yang tidak sejalan dengan pemerintah disingkirkan akan mengancam persatuan dan stabilitas.
Tahap keempat adalah nasionalisme kosmopolitan yaitu nasionalisme yang disemangati oleh multikulturalisme. Hal ini dapat dilihat dari multikulturalisme merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses mengglobalnya demokrasi, proses perkembangan baru dari mundurnya modernisme dan berpengaruhnya postmodernisme, dan bagian yang tak terhindarkan dari runtuhnya sekat-sekat primordialisme saat ini.[6]
IV.             KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah kami adalah :
1.         Nasionalisme adalah sebuah paham yang direalisasikan dalam sebuah negara yang mendambakan kepentingan bersama, yaitu kepentingan bangsa (nation), walaupun mereka terdiri dari masyarakat yang majemuk.  
2.         Makna Nasionalisme secara politis merupakan kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau menghilangkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya
3.         Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembanganya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia ke II yaitu dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia, berarti Pembentukan nation Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. sehingga memunculkan beberapa organisasi sebagai respons positif, diantaranya: Budi Utomo, Sarekat Islam, PNI, Indische Partij, Muhammadiyah, NU, IKP, dll.
4.         Dalam sejarahnya, nasionalisme Indonesia melalui beberapa tahap perkembangan. Tahap pertama ditandai dengan tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib, Tahap kedua adalah kelanjutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan. Tahap ketiga adalah nasionalisme persatuan dan kesatuan. Tahap keempat adalah nasionalisme kosmopolitan yaitu nasionalisme yang disemangati oleh multikulturalisme.
V.                PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.






[1] Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kyai, Jogjakarta: LKIS, 2007. Cet. I hlm. 28-29
[2] Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayana, Cerdas,Kritis,dan Aktif Berwarganegara, Jakarta: Erlangga,2010, hlm. 38-40.
[3] Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional, jogja: pustaka pelajar, 2001. Cet. II hlm. 29-39
[4] Ali Maschan Moesa, Op. Cit,hlm. 37
[5] Samsul Wahidin, Pokok-pokok Pendidikan Kewarganegaraan, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. I, hlm. 174-176
[6] Komarudin Hidayat, Aryumardi Azra, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta Selatan : ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2003. Edisi revisi. Hlm. 119-121