Tafsir Surat Al Fatikhah
00.39
Unknown
,
0 Comments
TAFSIR
SURAT AL-FATIHAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu : DR. Mustofa Rahman, M.Ag
Disusun Oleh :
Umi
Hanik (133611053)
Khusnatin
najmi (133611055)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
Pendahuluan
Surat
al-Fatihah merupakan surat yang
pertama kali diturunkan secara lengkap, dan di dalam shalat, surat al-Fatihah
merupakan satu-satunya surat yang diwajibkan membacanya di setiap rakaat
shalat.
Surat al-Fatihah mencakup berbagai macam induk tuntutan yang tinggi.
la mencakup pengenalan terhadap sesembahan yang memiliki tiga nama, yaitu
Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahman. Tiga asma ini merupakan rujukan
Asma'ul-Husna dan sifat-sifat yang tinggi serta menjadi porosnya. Surat Al-Fatihah menjelaskan Ilahiyah, Rububiyah dan Rahmah.
lyyaka na'budu
merupakan bangunan di atas Ilahiyah, lyyaka nasta'in di atas Rububiyah,
dan mengharapkan petunjuk kepada jalan yang lurus merupakan sifat rahmat. Al-Hamdu
mencakup tiga hal: Yang terpuji dalam Ilahiyah-Nya, yang terpuji dalam Rububiyah-Nya dan yang terpuji dalam rahmah-Nya.
Surat Al-Fatihah juga mencakup penetapan hari pembalasan, pembalasan
amal hamba, yang baik dan yang buruk, keesaan Allah dalam hukum, yang berlaku
untuk semua makhluk, hikmah-Nya yang adil, yang semua ini terkandung dalam maliki
yaumiddin. [1]
Maka dari itu, mengingat betapa istimewanya surat al-Fatihah, dalam
makalah ini akan dibahas dan dipelajari lebih dalam tentang tafsir ayat
al-Fatihah.
II.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kedudukan surat al-Fatihah dalam al-Qur’an?
2.
Bagaimana asbabun nuzul surat al-Fatihah?
3.
Bagaimana teks ayat al-Fatihah dan terjemahannya?
4.
Bagaimana tafsir surat al-Fatihah?
5.
Bagaimana munasabah surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah?
III.
Pembahasan
A.
Kedudukan al-Fatihah dalam al-Qur’an
Kata “Fatihah”
terambil dari kata kerja Fataha yang berarti
“membuka” atau “memulai”. Sedangkan “al” adalah kata sandang, penunjuk dari kata suatu benda.
Surat ini dinamakan ”al-Fatihah” karena dengan surat inilah dimulai susunan surat-surat
al-Qur’an. Peletakannya di permulaan al-Qur’an berdasarkan tauqifi, artinya
perintah dari Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Surat al-Fatihah juga disebut Ummul-Qur’an (induk al-Qur’an) atau Ummul
kitab (induk alkitab), Karena merupakan induk, pokok, atau basis bagi
al-Qur’an seluruhnya dengan arti bahwa surat al-Fatihah mengandung pokok-pokok
isi al-Qur’an. Yaitu: ajaran tauhid, memuji Allah, beribadah kepada-nya, janji pahala (wa’ad), dan
ancaman dan siksaan (wa’id).[2]
Surat
al-Fatihah juga dinamai
as-Sab’ul Masani (tujuh yang
berulang-ulang), karena ayatnya berjumlah tujuh, dan di baca berulang-ulang
dalam shalat.
Semua makna kandungan al-Qur’an tercakup dalam surat al-Fatihah
secara global (mujmal). Kandungan al-Qur’an mencakup masalah-masalah: tauhid
(pengesaan Tuhan, wa’ad (janji pahala) dan wa’id (ancaman siksa).
Ibadah yang dilaksanakan untuk menghidupkan tauhid dalam jiwa dan mengukuhkannya di dalam diri seseorang menghasilkan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Juga ibarat dan kiasan bagi manusia yang sesat,
yang melanggar hukum dan meninggalkan syariat.
Tauhid, ditunjukkan oleh firman Allah: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Janji
baik dan buruk (wa’ad baik dan wa’id buruk) ditunjukkan oleh ayat: Maliki
Yaumid din. Ibadah, dipahami dari ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.
Jalan-jalan kebahagiaan ditunjukkan oleh firman Allah: Ihdinash-Shirathal
mustaqim. Berita masa lampau ditunjukkan oleh firman Allah: Shirathal
Ladzi na an’amta ‘alaihim Ghairil magh-dhubi ‘alaihim wa ladh dhallin.[3]
B.
Asbabun Nuzul
Surat al-Fatihah
Surat al-Fatihah
merupakan surat pada urutan pertama dari 114 surat yang terdapat dalam al-Qur’an
dan terdiri dari tujuh ayat adalah termasuk surat makkiyah. Para ulama
bersepakat bahwa surat yang diturunkan secara lengkap pertama ini merupakan intisari
dari seluruh kandungan al-Qur’an, yang kemudian dirinci oleh surat-surat
sesudahnya.
Surat ini diturunkan pada waktu
pertama kali disyaria’atkan shalat dan diwajibkan membacanya di dalam sholat,
karena itu ia adalah surat yang diturunkan dengan lengkap. Dalam surat ini
terdapat kesimpulan dari isi keseluruhan al-Qur’an.
Hadist riwayat
Bukhori dan
Muslim tentang kewajiban membaca al Fatihah dalam shalat:
لاصلاةلمن لم
يقرأ بفا تحة الكتاب
“Tidak
ada sembahyang
bagi orang yang tidak membaca al Fatihah (di dalamnya).”
C.
Teks al-Fatihah dan terjemahannya
ÉOó¡Î0
«!$#
Ç`»uH÷q§9$#
ÉOÏm§9$#
ÇÊÈ ßôJysø9$#
¬!
Å_Uu
úüÏJn=»yèø9$#
ÇËÈ Ç`»uH÷q§9$#
ÉOÏm§9$#
ÇÌÈ Å7Î=»tB
ÏQöqt
ÉúïÏe$!$#
ÇÍÈ x$Î)
ßç7÷ètR
y$Î)ur
ÚúüÏètGó¡nS
ÇÎÈ $tRÏ÷d$#
xÞºuÅ_Ç9$#
tLìÉ)tGó¡ßJø9$#
ÇÏÈ xÞºuÅÀ
tûïÏ%©!$#
|MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã Îöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ wur tûüÏj9!$Ò9$# ÇÐÈ
“(1) Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih, Maha penyayang. (2) Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
(3) Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (4) Pemilik hari pembalasan. (5) Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan. (6) Tunjukilah kami jalan yang lurus. (7) (yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai, dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.”
D.
Tafsir Surat
al-Fatihah
Ayat 1:
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$# ÇÊÈ
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha
Pengasih, Maha Penyayang.”
Bismi = Dengan menyebut nama.
Ibn jarir berpendapat bahwa ism
di sini bermakna tasmiyah. Makna yang lengkap dari Bismillah adalah
aku memulai bacaan (membaca) dengan menyebut nama-nama Allah yang indah dan
yang agung sifat-nya. Dalam
beberapa ayat, al-Qur’an memerintahkan untuk menyebut Allah (menyebut zat-nya) dan mengakui kesucian-nya.[4]
Maka, hendaklah menyebut nama-nya
dengan penuh hormat seraya mengiringi penyebutan itu dengan puji syukur dan
memohon bantuan-nya.
Allah = Allah, Tuhan yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang disembah semua makhluk. Allah adalah nama khusus
bagi zat yang wajib dipuja dan tidak dapat diberikan sama sekali nama tersebut
kepada selain Dia.
Ar-Rahman = yang Maha Pemurah. Tuhan yang
maha pemurah artinya Zat yang keluasan rahmat-nya
meliputi semua makhluk.[5]
Sifat Rahman adalah sifat yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat dan
melimpahkannya tanpa batas kepada semua makhluk-nya.[6]
Ar-Rahim = yang maha Kekal rahmatnya. Artinya bahwa Dia menyayangi para
kekasih-nya yang terdiri dari
para nabi dan orang-orang shaleh.
Sifat Rahim adalah sifat yang menunjukkan bahwa Allah bersifat Rahmat, yang
dari rahmat-nya lah kita
memperoleh kemurahan-nya
(keihsanan-nya).
Allah memulai al Qur’an dengan Bismillahir rahmanir
rahim, untuk memberikan kita petunjuk agar selalu memulai sesuatu dengan Basmalah.
كل امر ذي بال لا يبدأ ببسم الله
الرحمن الرحيم فهوأقطع (الحديث)
“Setiap pekerjaan yang penting yang
tidak dimulai dengan Bismillahir rahmanir rahiim, maka perbuatan tersebut cacat
(kurang berkahnya).”[7]
Ayat
2:
ßôJysø9$#
¬!
Å_Uu
úüÏJn=»yèø9$#
ÇËÈ
Maksud ayat “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam”, adalah bahwa yang berhak dipuji
hanyalah Allah SWT, karena pada hakikatnya segala puji itu milik Allah. “Segala puji bagi Allah”, inilah
perasaan yang melimpah masuk ke dalam hati seorang mukmin, hanya semata-mata ingatnya
kepada Allah sehingga
ayat ini merupakan ayat yang menerangkan tentang akidah tauhid.
Akidah tauhid yang dibawa oleh Al-Qur'an adalah akidah
yang amat jelas dan tegas, dapat dipahami akal dan yang paling sempurna. Tuhan Yang Maha Esa, Dialah
yang Khalik, sedang selain Dia adalah makhluk. Tak ada permulaan-Nya, dan tak
ada kesudahan-Nya. Mahakuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha
Mengetahui. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang serupa
dengan Dia. Alam semesta ini makhluk Allah, yang akan lenyap dan binasa dengan
kehendak Allah, karena keberadaannya juga dengan kehendak Allah.[8]
Keimanan kepada Allah adalah dengan
segala sifat kesempurnaan-nya, dan
akidah tauhid yang murni adalah ajaran Islam yang terpenting. Rububiyah
mutlak ‘ketuhanan yang mutlak’ merupakan persimpangan jalan antara kejelasan
tauhid yang sempurna dan lengkap dan kegelapan yang timbul karena tidak adanya
kejelasan hakikat ini dengan gambarannya yang pasti.[9]
Sebab itu di dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah Rabb bagi seluruh
alam.
Kata Rabb selain bermakna
sebagai pemilik juga bermakna sebagai pendidik atau pengasuh. Allahlah yang menciptakan,
mendidik, mengasuh, menumbuhkan dan memelihara semua yang berada di alam ini.
Allah telah memberikan kepada makhluk-nya
suatu bentuk, lalu dikaruniakan-nya
akal, naluri, dan kodrat alamiah yang dapat dipergunakan untuk kelanjutan hidupnya.
Sesudah itu berbagai nikmat tersebut tidak dilepaskan begitu saja oleh Allah,
melainkan selalu dipelihara, dilindungi dan dijaga-nya. Kata rabb di dalam al-Qur’an sebanyak 151 kali.
Ayat 3:
Ç`»uH÷q§9$#
ÉOÏm§9$#
ÇÌÈ
“Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang.”
Sifat ini meliputi semua rahmat dengan
semua keadaan dan lapangannya. Kalimat ini diulangi lagi di sini, di dalam teks
surat dalam ayat sendiri, untuk menegaskan sifat yang jelas dan terang di dalam
masalah rububiyah dan untuk memantapkan pilar-pilar hubungan yang abadi
antara Rabb dengan hamba-nya.
Bahwa hubungan itu adalah hubungan rahmat (kasih sayang) dan pemeliharaan yang
menghimpun pujian dan sanjungan.[10]
Dengan menyebut "Maha Pengasih", "Maha
Penyayang", Allah menjanjikan kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, limpahan karunia dan nikmat.
Ar-Rahman dan ar-Rahim terambil dari
kata ar-Rahmah yang berarti belas kasihan, yaitu suatu sifat yang
menimbulkan perbuatan memberi nikmat dan karunia, jadi kata Ar-rahman
berarti yang berbuat (memberi) nikmat dan karunia yang banyak.[11]
Sedangkan Ar-rahim artinya “yang mempunyai sifat belas kasihan dan sifat
itu tetap pada-nya selama-lamanya”.
Kata ar-Rahman disebutkan dalam al-Qur’an 57 kali di beberapa surat,
termasuk pada basmalah di awal surat al-Fatihah tapi tidak termasuk pada
basmalah di awal setiap surat selain al-Fatihah. Sedangkan ar-Rahim di
al-Qur’an disebutkan sebanyak 95 kali.
Allah memiliki sifat kasih yang
melekat pada zat-nya dan menjadi
sumber dari segala kasih yang memancar dari-nya.
Karena sifat kasih itulah, Dia menebarkan kasih sayang-nya kepada semua makhluk dimanapun mereka berada.
Ayat 4:
Å7Î=»tB
ÏQöqt
ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ
“Pemilik hari pembalasan”.
Dia-lah penguasa hari pembalasan,
dikhususkannya penyebutan hari pembalasan pada kalimat ini adalah untuk
memperlihatkan kesempurnaan kekuasaan-nya
atas semua makhluk pada hari itu, sekalipun tanpa hal inipun Allah tetap
penguasa hakiki hari pembalasan dan
seluruh hari-hari yang ada.[12]
Ayat ini merupakan ayat yang memuat
janji dan ancaman Allah SWT bahwa semua perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah pada saat hari pembalasan kelak. Hari Pembalasan adalah hari
dimana semua perbuatan manusia di dunia dipertanggungjawabkan dan dibalas
seadil-adilnya.
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB ;o§s #vx© ¼çntt ÇÑÈ
“Maka
barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya
dia akan melihat (balasan) nya.[13]”
Penyebutan Ar-rahman dan Ar-rahim
sebelum penyebutan hari kiamat bukan tanpa arti. Di hari kiamat, hanya kasih
sayang dari Allah lah yang diperlukan, sebagaiman hadits Qudsi:
إن رحمتي سبقت غضبي (رواه البخري)
“Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Namun demikian, untuk memperoleh
rahmat-nya, harus diusahakan dari
sekarang; di sini, di dunia. Rahmat Tuhan dapat diperoleh dengan mendekatkan
diri kepada-nya, dengan mematuhi
perintah-nya, dan menjauhi semua
larangan-nya. Kehidupan di dunia
untuk beramal, sedangkan kehidupan akhirat adalah tempat memperoleh pembalasan.[14]
Jika baik amalnya maka ia akan
dibalas dengan kebaikan (surga), tetapi jika buruk amalnya ia akan dibalas dengan
keburukan (neraka). Maka dari itu, hendaklah kita mempersiapkan bekal
sebaik-baiknya untuk menghadapi hari itu.
Ayat 5:
x$Î) ßç7÷ètR y$Î)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ
“Hanya Engkau-lah yang kami sembah,
dan hanya kepada Engkau-lah kami meminta pertolongan.”
Adalah hak Allah bila kita harus menyembah
Allah semata dan tidak menyekutukan-nya
dengan sesuatupun. Akan tetapi, semua tidak akan bisa dilakukan dengan sempurna
kecuali atas pertolongan Allah.
Ayat ini memuat tentang ibadah.
Ibadah adalah buah keimanan kepada adanya Allah, dengan segala sifat kesempurnaan-nya. Orang yang meyakini adanya segala
sifat kesempurnaan-nya akan menyembah
Allah. Dalam ayat ini pun Allah mengajari hamba-nya agar menyembah hanya kepada Allah semata. Maka ayat ini
selain mengandung ajaran tentang tauhid, juga mengandung ajaran ibadah kepada
Allah.
Dan yang dimaksud ibadah disini
adalah semua perkara yang dicintai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan isti’anah (memohon pertolongan) adalah senangtiasa bersandar
kepada Allah dalam menjalankan apa-apa yang disukai Allah dan menjauhi segala
perbuatan yang dibenci oleh-nya.
Didahulukan dhamir “Iyyaka”
atas fi’il adalah untuk memberi makna penegasan bahwa ibadah dan isti’anah
itu hanya pantas ditujukan kepada Allah saja.[15]
Dan didahulukan kata ibadah sebelum kata isti’anah karena "Ibadah" hanya dilakukan orang yang ikhlas, sedangkan
"Isti'anah" bisa dilakukan orang yang ikhlas dan yang tidak
ikhlas serta "Ibadah" merupakan hak Allah yang diwajibkan kepada
hamba, sedangkan "Isti'anah" merupakan permohonan pertolongan
untuk dapat melaksanakan "Ibadah".
Ayat ini berisi keimanan,
karena dalam ayat ini dinyatakan dengan lebih jelas akidah tauhid. Dalam ayat ini
menerangkan bahwa Allah sajalah yang berhak disembah dan kepada Allah sajalah
seharusnya manusia memohon pertolongan.
Ayat 6:
$tRÏ÷d$# xÞºuÅ_Ç9$#
tLìÉ)tGó¡ßJø9$#
ÇÏÈ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Makna jalan yang lurus adalah jalan
yang tidak membelokkan kita dari tujuan.[16]
Ihdina: berilah hidayah kepada kami, tunjukilah
kami dengan petunjuk yang disertai pertolongan ghaib yang menghindarkan kami
terjerumus ke jurang kesalahan dan kesesatan. Hidayah yang terakhir ini hanya
berada di tangan Allah, tidak ada pada siapapun, juga tidak ada pada nabi.
Sedangkan hidayah yang ada pada nabi adalah hidayah yang diberikan
kepada masyarakat dalam menunjuki jalan yang baik dan benar serta menjelaskan
apa yang akan diperoleh dengan menjalani petunjuk itu.
Ash-shirathal mustaqim: Jalan yang lurus adalah sekumpulan pekerjaan
(amal) yang mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yang terdiri
dari berbagai masalah akidah, syariat dan etika. Kumpulan pekerjaan itu antara
lain meyakini adanya Allah, mengakui kenabian Muhammad SAW dan keadaan-keadaan
alam dan masyarakat.
Shirathal ladzi na an’amta ‘alaihim: (yaitu)
jalannya orang-orang yang telah Engkau limpahi nikmat. Jalan para mukmin, para nabi,
para shidiqqin, syuhada, dan shalihin dari umat-umat terdahulu.[17]
Dalam ayat ini Allah meringkas apa
yang telah dijelaskan secara panjang lebar dalam ayat-ayat lain. Dalam ayat ini
dilukiskan kisah jalan orang-orang yang telah diberi nikmat, agar kita mengambil
pelajaran dengan memperhatikan permasalahan mereka dengan mempelajari sejarah
umat terdahulu dengan seluas-luasnya dan memahami rahasia-rahasia kemajuan dan
sebab-sebab kejatuhan untuk meneladani mana yang baik. Dan menjauhi mana yang
buruk.
Ghairl magh-dhubi ‘alaihim wa ladh
dhallin:
bukan jalannya orang-orang yang dimurkai, dan bukan pula jalannya orang-orang
yang sesat.
Al maghdhubi ‘alaihim: orang-orang yang dimurkai, yakni
mereka yang diberi penjelasan tentang agama yang benar, yang disyariatkan oleh
Allah, tetapi menolak dan mengingkarinya. Mereka tidak mau memperhatikan
dalil-dalil yang dikemukakan karena tetap mengikuti (menakliti) warisan (agama)
nenek moyangnya. Mereka ini kelak akan menghadapi akibat yang sangat buruk, dan
dimasukkan ke dalam neraka.
Adh-Dhallin: orang-orang yang sesat, yakni
mereka yang tidak mengetahui kebenaran atau belum mengetahuinya secara benar.
Hal ini terjadi karena risalah atau seruan beragama belum sampai kepada mereka
atau sudah sampai, tetapi samar-samar. Mereka menjadi sesat karena belum
memperoleh petunjuk untuk mencapai tujuan. golongan ini, jika tidak sesat dalam
urusan-urusan keduniaan, mereka sesat dalam urusan-urusan keakhiratan.
E. Munasabah
surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah
1. Surat
al-Fatihah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surat
al-Baqarah dan surat-surat sesudahnya.
2. Di
bagian akhir surat al-Fatihah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk
oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surat al-Baqarah dimulai dengan ayat yang
menerangkan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang di
maksudkan itu.
3. Di
akhir surat al-Fatihah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat,
yang dimurkai Allah, dan orang yang sesat, sedangkan di awal surat al-Baqarah
juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir,
dan orang munafik.[18]
IV.
Kesimpulan
Surat al-Fatihah ini berisi pokok-pokok isi
al-Qur’anul karim seluruhnya. Pokok-pokok isi al-Qur’an yang terkandung dalam
surat al-Fatihah ini dijelaskan dan diperinci pada 113 surat berikutnya.
Dari penafsiran yang telah disebutkan
diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pekerjaan yang baik perlu dimulai
dengan basmalah yang menunjukkan adanya akidah dan keimanan.
2.
Kita perlu memuji Allah dalam
melaksanakan ibadah dan memohon pertolngan kepada-nya yang memelihara dan
mengatur seluruh alam.
3.
Baik dalam ibadah maupun amal-amal
perbuatan yang lain, kita selalu memohon hidayah dan petunjuk sesuai dengan
hokum-hukum yan ditetapkan Allah SWT.
4.
Kita memohon petunjuk dan hidayah
kepada Allah karena Allah adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang dan menguasai
hari akhir sesuai dengan adanya janji dan ancaman.
5.
Hidayah dan petunjuk yang kita
mohonkan ialah hidayah sebagaimana yang Allah berikan kepada orang-orang yang
diberi nikmat, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan
sesat sebagaimana disebutkan dalam kisah-kisah al-Qur’an.
V.
Saran
Demikian
makalah yang dapat kami buat. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
Al-Jauziyah, Ibnu
Qayyim, Madarijus-Salikin “Jalan Menuju
Allah”, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999.
Al-Qarni,
Aidh,
Tafsir Muyassar, Jakarta: Qisthi Press, 2007.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Al- Bayan Tafsir
Penjelas Al-Qur’anul Karim 1, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul
Majid An-nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Faqih, Abdul
latif, Mengungkap
rahasia al-Fatihah, Ciputat:
Lentera Hati, 2008.
Kementerian Agama RI, Alquran dan tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema
Insani
Press, 2000.
[2] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-nuur, (
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 5
[4] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Al- Bayan Tafsir Penjelas Al-Qur’anul Karim 1,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal.7
[13] QS. Al-Zalzalah, ayat: 7-8
[17] Baca QS.42:as syura , 52
0 Response to "Tafsir Surat Al Fatikhah"
Posting Komentar